Kepri | beritainterjen.news - Beredarnya berita pernyataan aparat Kejaksaan Tinggi Kepri tentang laporan dugaan korupsi di Diskominfo Kepri yang dilaporkan berbagai pihak dilimpahkan ke Aparat Pengawasan Internal Pegawai (APIP) dinilai sikap yang "salah kaprah" Tidak ada urgensinya aparat penegak kejaksaan melimpahkan suatu laporan dugaan korupsi kepada APIP.
"Pelapor menyurati lembaga Kejaksaan Tinggi Kepri secara resmi; Ada bukti tanda terima pelaporan; seharusnya Wajib lembaga tersebut secara resmi membalas/menyurati si Pelapor; Apapun Isi surat tersebut harus disampaikan secara tertulis berlogo Kejati Kepri kepada si Pelapor." kata pengacara pelapor, Hambali Hutasuhut SH kepada media.
Hambali menyayangkan tindakan yang dilakukan Kejaksaan dengan mempublikasi tanpa konfirmasi dengan pelapor. "Apalagi sampai membuka identitas pelapor yang seharusnya dijaga kerahasiaannya." Ujarnya.
Lebih lanjut Hambali menjelaskan, apapun hasil telaah atau kajian Kejari harus dihasilkan melalui prosedur atau SOP dan proses sesuai perundang-undangan yang berlaku.
"Tidak boleh kesimpulan an yg diambil merupakan hasil telaah/kajian perseorangan mengatas namakan oknum Jaksa, " tegas Hambali.
Untuk itu, Hambali menambahkan, Oknum Jaksa yang seperti itu terindikasi/diduga melakukan trading influence/dagang pengaruh dan/atau bagian daripada industri hukum.
"Oknum Jaksa tersebut diduga telah melanggar Kode Etik Jaksa dan wajib diberi sanksi." paparnya.
"Layak bagi si Pelapor untuk menyurati Kejaksaan Agung dan Komisi Kejaksaan. Agar oknum Jaksa tersebut ditindak. Dan Laporan dari si Pelapor WAJIB ditindaklanjuti secara hukum," tambah Hambali.
Klien Hambali menuturkan pihaknya segera mempersiapkan segala sesuatunya untuk laporan ke Kejaksaan Agung, Komisi Kejaksaan, laporan kasus ke KPK dan Mabes Polri. Dalam waktu dekat
Sementara itu aktivis Antikorupsi yang sedang getol menyoroti anggaran-anggaran pemerintah yang diduga menyimpang dan disalahgunakan, Ketua LSM Kodat86 Cak Ta'in Komari SS, menanggapi pemberitaan itu justru mempertanyakan apa hubungan Kejati dengan APIP. "Tidak ada konteknya aparat penegak hukum melimpahkan laporan dugaan korupsi ke APIP," kata Cak Ta'in.
Mantan Dosen Unrika Batam itu menegaskan, tidak ada hirarki hubungan kerja antara kejaksaan tinggi dengan Pemprov. kecuali kaitannya dengan Forkopimda. "Kejaksaan itu lembaga penegakan hukum bukan lembaga auditor seperti BPKP alasan BPK.!" tegasnya.
Cak Ta'in menjelaskan, bahwa tidak seharusnya ada terjadi pelimpahan suatu laporan kepada APIP. "Konteks penegak hukum ya memenuhi unsur tindak pidana atau tidak untuk mengambil keputusan ditindaklanjutinya suatu laporan, bukan melimpahkan ke lembaga internal mereka. Ya seperti jeruk makan jeruk lah itu," ujarnya.
Seharusnya kejaksaan serius menangani laporan tersebut apalagi menjelang peringatan Hari AntiKorupsi seDunia tanggal 9 Desember. "Jangan kebanyakan beretorika dan eforia seolah-olah giat memberantas korupsi, sementara faktanya laporan korupsi pun kalau bisa tidak diproses-proses. Kalau tidak ada indikasi kuat adanya tindak pidana korupsinya, tidak mungkin orang mau capek-capek melapor ke aparat penegak hukum. Bertindak dan bekerja profesional lah, karena kinerja aparat juga disorot dan dinilai banyak pihak." papar Cak Ta'in.
Dicontohkan dilimpahkan nya pemeriksaan terhadap dugaan korupsi di Kantor Camat Bintan Timur tahun 2018 oleh Polres Bintan kepada APIP, namun hingga saat ini belum ada pemeriksaan yang dilakukan terkait kasus tersebut. Padahal Polres Bintan tahun 2020 telah menyatakan indikasi kerugian negara sebesar Rp. 800 juta.
"Mestinya minta audit BPKP untuk mendapatkan angka dugaan korupsi yang valid, bukan diberikan ke lembaga perbaikan administratif. Tindak pidana itu unsurnya kerugian negara, jika pembenahan administratif jadinya malah bisa manipulatif. Lah wong anggaran sudah direalisasikan dilaporkan secara administratif kok mau dilakukan perbaikan administratif." jelas Mantan Staf Ahli Pimpinan DPRD Batam itu.
"Kita belum tahu apakah kasusnya di Polres Bintan sudah SP3 atau belum. Tapi pelimpahan kasus dugaan tindak pidana korupsi dari penyidik ke lembaga pengawasan administratif seperti APIP itu salah kaprah. Seharusnya sikap penyidik itu cuma dua, memenuhi unsur pidana dengan alat bukti yang cukup lanjutkan, tidak cukup kuat hentikan. Selesai, gitu doang.! Kita yakin kasus inipun bisa dibuka kembali. Kalau sebelumnya alasan karena pandemi covid toh sekarang sudah bebas," tambah Cak Ta'in. (Red/NT)